Renungan
- Betapa besarnya nilai wang kertas senilai RM100 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!
Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas minit namun betapa singkatnya kalau kita melihat film. - Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan teman tanpa harus berfikir.
- Betapa asyiknya apabila pertandingan bola ditayangkan pada waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika khutbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa.
- Betapa rumitnya untuk membaca satu lembar Al-Quran tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.
- Betapa cepatnyanya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konsert namun lebih senang berada di paling belakang ketika berada di Masjid
- Betapa mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu syahwat semata-mata, namun alangkah susahnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.
- Betapa rumitnya untuk menyediakan diri waktu untuk solat 5 waktu; namun betapa mudahnya menyesuaikan waktu pada saat terakhir untuk 'event' yang menyenangkan.
- Betapa tidak senangnya untuk mempelajari erti yang terkandung di dalam Al-Quran; namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.
- Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh orang lain namun betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci Al-Quran.
- Betapa setiap orang ingin masuk syurga seandainya tidak perlu untuk percaya atau berfikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa...
Cinta Seorang Ibu
Alkisah, di sebuah desa terdapat seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal kerana sakit. Si ibu sering kali merasa sedih memikirkan anaknya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk iaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi. Ibunya sering menangis meratapi nasibnya yang malang.
Namun, dia sering berdoa memohon kepada Tuhan, “Tuhan tolong sedarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertaubat sebelum aku mati.” Namun, si anaknya semakin asyik dengan perbuatan jahatnya. Dia juga sering keluar masuk penjara kerana kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari, apabila anaknya kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang berbau dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja untuk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat loceng berdenting menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu, dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan, “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya”.
Dengan tertatih-tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman. Dengan hati yang hancur, ibu kembali ke rumah tak henti-henti dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur kerana keletihan. Di dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan. Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong manyaksikan hukuman tersebut. Anaknya sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di mata anaknya wajah ibunya yang sudah tua dan menangis menyesali perbuatannya.
Detik-detik yang dinantikan akhirnya akan tiba juga. Sampai waktu yang ditentukan tiba, loceng belum juga berdenting sudah lewat lima minit dan suasana mulai berisik. Akhirnya, petugas yang bertugas membunyikan loceng. Hairan, kerana sudah sejak tadi dia menarik tali loceng tapi suara dentingnya tidak ada pun. Semua yang berada di situ bingung. Tiba-tiba, dari tali loceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat loceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar, seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu. Tahukah anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam loceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam loceng yang menyebabkan loceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding loceng. Kebanyakan orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan menitiskan air mata.Sementara, si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di loceng. Memeluk besi loceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.
Demikianlah, sangat jelas kasih seorang ibu untuk anaknya. Betapapun jahat si anak, si ibu tetap mengasihi sepenuh hidupnya. Marilah kita mengasihi orang tua kita yang masih sejati selagi kita masih mampu kerana mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini. Sesuatu untuk dijadikan renungan untuk kita. Agar, kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang tiada nilai dengan apapun.
Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk
bermain, itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi. Ambillah waktu untuk
berdoa, itu adalah sumber ketenangan. Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah
sumber kebijaksanaan. Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah
hak istimewa yang diberikan Tuhan. Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah
jalan menuju kebahagiaan. Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah wadah yang
menggetarkan hati. Ambillah waktu untuk memberi, itu membuat hidup terasa
bererti. Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan. Gunakan
waktu sebaik mungkin, kerana waktu tidak dapat diputar kembali